Berdasarkan pendapat Ludwig von
Bertalanffy, H. Thierry, William A. Shorde/ Voich Jr., Bachsan Mustofa ( 2003:
5-6) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem hukum adalah sistem sebagai
jenis satuan yang dibangun dengan komponen-komponen sistemnya yang berhubungan
secara mekanik fungsional yang satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan.
Sistem hukum terdiri dari komponen jiwa bangsa, komponen struktural, komponen
substansial, dan komponen budaya hukum.
Suherman (2004: 10-11) tidak sependapat
jika pengertian sistem hukum hanya penggabungan istilah sistem dan hukum.
Menurutnya pengertian spesifik dalam hukum harus tercermin dari istilah sistem
hukum. Suherman mengemukakan pendapat J.H. Merryman sebagai perbandingan.
Menurutnya sistem hukum adalah suatu perangkat operasional yang meliputi
institusi, prosedur, atau aturan, dalam konteks ini ada suatu negara federal
dengan lima puluh sistem hukum di Amerika Serikat, adanya sistem hukum setiap
bangsa secara terpisah, serta ada sistem hukum yang berbeda seperti halnya
dalam organisasi Masyarakat Ekonomi Eropah dan Perserikatan Bangsa-bangsa.
Sebagai suatu sistem, berbagai karakteristik sistem hukum
dunia dibedakan antara Civil Law, Common Law, Hukum Adat, dan Hukum Islam. Civil
Law merupakan hukum yang berasal dari daratan Eropa termasuk Belanda dan bekas
jajahannya. Civil Law didasarkan pada sumber hukumnya yaitu Undang-Undang dan
peraturan tertulis. Common Law (Anglo Saxon)
merupakan hukum yang berasal dari Inggris, AS, dan negara-negara yang
tergabung dalam commonwealth. Common Law didasarkan pada sumber hukumnya yaitu
putusan hakim. Lalu yang ketiga adalah sistem hukum adat yang merupakan hukum
yang bersumber dari adat dan berupa peraturan tidak tertulis. Sistem Hukum Adat dinyatakan dianut oleh beberapa negara
di antaranya oleh Monggolia dan Srilangka. Namun diberbagai negara lain juga
banyak yang menganut sistem adat walaupun tidak dominan. Yang terakhir adalah
sistem Hukum Islam yang biasanya dianut oleh negara-negara timur tengah atau
yang berpenduduk mayoritas muslim. Sumber hukum islam didasarkan pada Al Quran,
Hadist, Ijma (kesepakatan ulama), dan Qiyas (analogi).
Di
Indonesia sendiri, sistem hukum yang digunakan seringkali dikatakan sebagai
sistem hukum campuran (mix system).
Hal ini terjadi karena dalam sistem hukum di Indonesia ternyata menggunakan
empat sistem sekaligus yaitu Civil Law, Common Law, Sistem Hukum Adat, dan
Sistem Hukum Islam. Ini bisa dikaji menggunakan beberapa aspek, diantaranya:
1. Menurut Sejarah Bangsa Indonesia
Jika dilihat dari aspek sejarah, maka banyak sekali
faktor yang menyebabkan sumber hukum yang dipakai di Indonesia beragam. Sejak
zaman kerajaan hingga zaman kolonialisme, semuanya ikut memberikan dampaknya
bagi sistem hukum di Indonesia. Pada zaman kerajaan Hindu Budha sedang memasuki
masa jaya, sumber hukum utamanya adalah hukum kerajaan yang merupakan hukum
adat yang dipengaruhi oleh ajaran Hindu Budha. Pada masa itu masyarakatnya
masih tradisional sehingga belum mengenal hukum lain selain hukum adat.
Ternyata pengaruh ini masih terlihat dan terbawa hingga sekarang dimana
dibeberapa daerah di Indonesia seperti di Papua dan Bali masih menggunakan
hukum adat sebagai salah satu sistem hukumnya.
Setelah masa jaya kerajaan Hindu
Budha luntur, maka kerajaan Islam pun mulai bermunculan. Hal ini tentu membawa
perubahan bagi hukum yang berlaku. Masyarakat yang tadinya mengikuti ajaran
Hindu Budha, lalu berpindah memeluk agama Islam. Otomatis sistem hukum yang
dipakai adalah Hukum Islam. Sampai sekarang pengaruh ini masih terlihat jelas
di Aceh. Aceh yang dulunya merupakan wilayah pusat kerajaan Islam di Indonesia,
kini Aceh pun masih menggunakan hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum
yang berlaku di sana. Contohnya seperti aturan wanita islam harus berkerudung,
adanya hukum cambuk, dan lain sebagainya.
Pada abad ke 16, para penjajah dari
Eropa mulai berdatangan ke Indonesia, Mulai dari Belanda, Portugis, sampai
Inggris pun pernah masuk ke Indonesia. Selama hampir 4 abad Indonesia berada
dibawah tekanan penjajahan bangsa Eropa. Tentunya mau tidak mau rakyat
Indonesia harus mau menerima apa yang dibawa oleh bangsa Eropa termasuk
hukum-hukum yang dianut oleh mereka. Belanda yang merupakan jajahan Perancis
tentunya menggunakan Civil Law sebagai sistem hukum mereka. Belanda pun menerapkan
hal ini pada negara jajahannya termasuk Indonesia. Saat itu Indonesia di
dominasi oleh Civil Law dan bahkan terus berlanjut hingga sekarang. Banyak
Undang-Undang yang berlaku sekarang adalah warisan belanda dulu, misalnya KUHP.
Selain Belanda, Inggris juga pernah menjajah Indonesia. Common Law yang dibawa
oleh Inggris diterapkan di Indonesia saat itu dan bahkan juga berlaku hingga
sekarang. Contohnya misalnya saat ini Indonesia masih menganggap putusan hakim
sebagai salah satu sumber hukum, itu artinya Indonesia juga menerapkan Common
Law dalam sistem hukumnya.
2. Menurut Kebudayaan Masyarakat
Indonesia merupakan negara di dunia
yang memiliki suku dan etnis terbanyak. Banyaknya suku dan etnis ini tentunya
turut melahirkan kebudayaan-kebudayaan yang beranekaragam. Dengan banyaknya
suku dan etnis yang mendiami wilayah di Indonesia tentunya menghasilkan
keberagaman. Dengan keberagaman yang sangat majemuk, maka sistem hukum yang
dipakai pun harus sesuai dengan masing-masing budaya masyarakat. Oleh karena
itu dibutuhkan sistem hukum yang adaptif terhadap budaya masyarakat tersebut.
Di Pulau Bali yang mayoritaas
beragama Hindu, adat Bali masih sangat kental disana. Sehingga masih banyak
menggunakan sistem hukum adat. Masyarakat disana masih banyak yang menjunjung
tinggi peraturan adat atau awig awig. Contohnya misalnya pada setiap subuak
abian (kelompok masyarakat) di Bali menerapkan sangksi yang sama bagi pelaku
pencurian. Pertama, pencuri harus mengembalikan barang yang dicuri kepada
empunya. Kedua, pencuri harus membayar denda sebesar tiga kali lipat dari harga
barang yang dicuri. Ketiga, pencuri harus meminta maaf secara terbuka dalam
pertemuan subak abian yang dihadiri oleh setiap anggota. Jika pelaku menolak
untuk memenuhi sangksi yang diberikan, maka subak abian akan melimpahkan kasus
pencurian tersebut kepada polisi.
Peraturan adat seperti diatas ini
hanya akan cocok dan diterima masyarakat jika diterapkan di Bali. Jika
diterapkan di wilayah lain, maka tidak akan berhasil. Contoh lainnya adalah
peraturan hukum Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Hukum Islam hanya
akan cocok di Aceh dikarenakan Islam di sana masih sangat kental. Serambi Mekah
yang disematkan kepada Aceh pun menjadi tepat karena disana diterapkan hukum
Islam. Misalnya peraturan hukum cambuk bagi pezina, hukum potong tangan bagi
pencuri, dan lain sebagainya. Tentunya hukum Islam ini tidak akan cocok
diterapkan di daerah lain apalagi diterapkan di daerah yang mayoritas Kristen
seperti di Papua. Hal ini terjadi karena sebenarnya setiap daerah memiliki
karakteristik kebudayaannya masing-masing sehingga harus diterapkan sistem
hukum yang berbeda-beda pula agar selaras dengan kebudayaan yang dianut. Dengan
sistem hukum yang berbeda-beda, maka sistem hukum campuran lah yang paling
ideal bagi Indonesia.
Sumber Referensi:
Suherman, Ade Maman. 2004. Pengantar
Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lev, Daniel S. 1990. Hukum dan
Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Jakarta: LP3S.
Tresna. 1987. Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad. Jakarta: Pradnya Paramita
Majalah Intisari. Mei 2011 no 557. Halaman
114.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar